Hampir sebagian besar orang memimpikan menjadi seorang pebisnis besar dan sukses. Tapi, hanya sebagian kecil yang benar-benar hidup menjalani mimpi tersebut. Ada berbagai cara untuk bisa mulai menjalankan bisnis. Jika punya modal besar, bisnis seperti membuka restoran bisa dilakukan. Namun, kalau ada keterbatasan modal, mungkin kita bisa memulai bisnis dengan cara modal patungan.
Bisnis modal patungan adalah bisnis yang dijalankan dari modal beberapa orang. Ketika bisnisnya maju dan berhasil memiliki profit, keuntungan yang didapat juga harus dibagi. Pembagian profit dalam bisnis patungan tergantung dari kesepakatan tiap-tiap pihak. Pembagian profit akan membuat keuntungan bisnis terbagi secara adil. Jika hasil yang didapat dibagi sama rata, tentu saja tiap-tiap pihak akan lebih senang dan termotivasi untuk lebih meningkatkan bisnis patungan tersebut.
Nah, buat Anda yang ingin menjalankan bisnis patungan dikutip dari cermati.com, perhatikan hal ini saat bagi profit.
Umumnya jika sebuah bisnis berdasarkan hasil patungan di antara dua orang atau lebih, pembagian hasilnya akan berdasarkan porsi yang tetap. Jika di antara dua orang, salah satunya memberikan modal awal paling besar, dia yang akan mendapat profit yang lebih besar dibandingkan yang lainnya.
Misalnya, jika si A memberikan modal Rp100 juta dan si B memberikan modal Rp150 juta, pembagian yang tetap secara presentase adalah si A sebesar 40% dan si B sebesar 60%. Masalah akan muncul ketika salah satunya si B harus menjalankan bisnis secara autopilot karena ada kesibukan lain. Konsekuensinya pekerjaan si A lebih berat, tapi pembagian profit tetap sama seperti di awal. Hal ini tentu dirasa kurang adil, bukan?
Mike Moyer, dalam bukunya yang berjudul Slicing Fee: Funding Your Company Without Money, menyarankan seharusnya si A dan si B berkontribusi seoptimal mungkin dan mendapatkan profit yang sama dengan kontribusinya.
Si A berkontribusi 50% maka si A mendapatkan 50%.
Si B berkontribusi 20% maka si B mendapatkan 20%.
Mike Moyer menyebut konsep bagi profitnya ini dengan nama dynamic equity split. Dalam konsepnya tersebut, pembagian profit bisnis patungan menggunakan pertimbangan kontribusi pemodal dalam menjalankan bisnis.
Karena metode yang dipaparkan Mike Moyer ini adalah pembagian sesuai kontribusi dari tiap-tiap pihak yang terkait, si A dan si B bisa saling membagi hasil dengan cara berikut:
Si A dan Si B bersepakat untuk mendirikan Bisnis secara patungan, mereka sepakat nantinya, hasil usaha sebesar 50% akan dijadikan modal usaha. Sementara sisanya untuk dibagikan sesuai kontribusi.
Misalnya, mereka berdua mendapat bayaran jam kerja. Untuk si A sebesar Rp250.000 per jam dan si B sebesar Rp100.000 per jam. Nantinya si A akan mendapat 70% dan si B akan mendapatkan 30% dari keuntungan sebesar Rp100.000.000.
Cara pembagian keuntungan yang lebih adil adalah, setelah 50% dari Rp100.000.000 disimpan untuk modal bisnis, sisanya sebesar Rp50.000.000 untuk pembagian profit. si A mendapat (70% x Rp50.000.000) = Rp35.000.000 dan keuntungan si B ini menjadi (30% x Rp50.000.000)= Rp15.000.000.
Jika ternyata si A harus meninggalkan bisnis patungan tersebut, pembagian profit yang terjadi adalah si A tidak lagi mendapat jatah Rp250.000 per jam bulan dan kontribusinya berkurang menjadi 68%.
Sebaliknya si B yang masih menjalankan usaha tersebut tingkat kontribusinya meningkat menjadi 32%. Pembagian profitnya adalah si A (68% x Rp50.000.000)= Rp34.000.000 dan si B (32% x Rp50.000.000)= Rp16.000.000.
Metode Dinamis Cocok untuk Bisnis Non-Badan Hukum
Metode bagi hasil secara dynamic equity split ini terlihat lebih adil, bukan? Metode ini cocok untuk untuk bisnis yang belum berbadan hukum. Jika sudah berbentuk badan hukum atau PT, peraturan bagi hasil akan disesuaikan aturan PT yang telah berlaku di Indonesia dan sesuai dengan UU No. 40 Tahun 2007.
Source: cermati.com